Thursday, August 5, 2010

Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL)

PERATURAN
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 32/M-DAG/PER/8/2008
T E N T A N G
PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERDAGANGAN
DENGAN SISTEM PENJUALAN LANGSUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
  1. bahwa dalam rangka penataan, peningkatan tertib usaha, perlindungan konsumen, kepastian hukum, dan penciptaan iklim usaha yang kondusif guna mendorong peningkatan investasi di bidang perdagangan, perlu mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan.
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;
Mengingat :
  1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penindakan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 801) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2966);
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
  6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
  7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
  8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
  9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1957 tentang Penyaluran Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1144), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1467);
  10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
  11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
  12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008;
  13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008;
  14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
  15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
  16. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 34/M-DAG/PER/8/2007;
  17. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;


M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERDAGANGAN DENGAN SISTEM PENJUALAN LANGSUNG.


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

    Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
  1. Penjualan Langsung (Direct Selling) adalah metode penjualan barang dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh mitra usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap.
  2. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen
  3. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi untuk dimanfaatkan oleh konsumen
  4. Mitra usaha adalah anggota mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.
  5. Komisi atas Penjualan adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha yang besarnya dihitung berdasarkan hasil kerja nyata, sesuai volume atau nilai hasil penjualan barang dan/atau jasa baik secara pribadi maupun jaringannya.
  6. Bonus atas Penjualan adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha, karena berhasil melebihi target penjualan barang dan/atau jasa yang ditetapkan Perusahaan.
  7. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
  8. Program Pemasaran (Marketing Plan) adalah program perusahaan dalam memasarkan barang dan/atau jasa yang akan dilaksanakan dan dikembangkan oleh mitra usaha melalui jaringan pemasaran dengan bentuk pemasaran satu tingkat atau pemasaran multi tingkat.
  9. Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan/atau jasa dengan sistem Penjualan Langsung.
  10. Surat Izin Usaha Penjualan Langsung yang selanjutnya disebut SIUPL, adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.
  11. Permohonan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung yang selanjutnya disebut P-SIUPL adalah formulir permohonan izin yang diisi oleh perusahaan yang memuat data-data perusahaan untuk memperoleh SIUPL Sementara atau SIUPL Tetap.
  12. Jaringan pemasaran terlarang adalah kegiatan usaha dengan nama atau istilah apapun dimana keikutsertaan mitra usaha berdasarkan pertimbangan adanya peluang untuk memperoleh imbalan yang berasal atau didapatkan terutama dari hasil partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau sesudah bergabungnya mitra usaha tersebut, dan bukan dari hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa.
  13. Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan yang selanjutnya disebut Direktur Bius dan PP adalah Direktur yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang bina usaha dan pendaftaran perusahaan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan.
  14. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Dirjen PDN adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan dalam negeri, Departemen Perdagangan.
  15. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan.

BAB II
PERSYARATAN KEGIATAN USAHA PERDAGANGAN
DENGAN SISTEM PENJUALAN LANGSUNG
Pasal 2

    Perusahaan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut :
  1. memiliki kantor dengan alamat yang benar, tetap dan jelas;
  2. melakukan penjualan barang dan/atau jasa dan rekruitmen mitra usaha melalui sistem jaringan;
  3. memiliki program pemasaran yang jelas, transparan, rasional dan tidak berbentuk skema jaringan pemasaran terlarang;
  4. memiliki kode etik dan peraturan perusahaan yang lazim berlaku di bidang usaha penjualan langsung;
  5. memiliki barang dan/atau jasa yang nyata dan jelas dengan harga yang layak dan wajar;
  6. memenuhi ketentuann standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  7. memberikan komisi, bonus dan penghargaan lainnya berdasarkan hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh mitra usaha dan jaringannya sesuai dengan yang diperjanjikan;
  8. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaannya;
  9. memiliki ketentuan tentang harga barang dan/atau jasa yang dijual dalam mata uang Rupiah (Rp) dan berlaku untuk mitra usaha dan konsumen;
  10. Menjamin mutu dan pelayanan purna jual kepada konsumen atas barang dan/atau jasa yang dijual;
  11. memberikan alat bantu penjualan (starter kit) kepada setiap mitra usaha yang paling sedikit berisikan keterangan mengenai barang dan/atau jasa, program pemasaran, kode etik dan/atau peraturan perusahaan;
  12. memberikan tenggang waktu selama 10 (sepuluh) hari kerja kepada calon mitra usaha untuk memutuskan menjadi mitra usaha atau membatalkan pendaftaran dengan mengembalikan alat bantu penjualan (starter kit) yang telah diperoleh dalam keadaan seperti semula;
  13. memberikan tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari kerja kepada mitra usaha dan konsumen untuk mengembalikan barang, apabila ternyata barang tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan;
  14. membeli kembali barang, bahan promosi (brosur, katalog, leaflet), dan alat bantu penjualan (starter kit) yang dalam kondisi layak jual dari harga pembelian awal mitra usaha ke perusahaan dengan dikurangi biaya administrasi paling banyak 10% (sepuluh persen) dan nilai setiap manfaat yang telah diterima oleh mitra usaha berkaitan dengan pembelian barang tersebut, apabila mitra usaha mengundurkan diri atau diberhentikan oleh perusahaan;
  15. memberi kompensasi berupa ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, akibat kesalahan perusahaan yang dibuktikan dengan perjanjian;
  16. memberi kompensasi berupa ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian;
  17. melaksanakan pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan para mitra usaha agar bertindak dengan benar, jujur dan bertanggung jawab;
  18. memberikan kesempatan yang sama kepada semua mitra usaha untuk berprestasi dalam memasarkan barang dan/atau jasa;
  19. melakukan pendaftaran atas barang dan/atau jasa yang akan dipasarkan pada instansi yang berwenang, sesuai peraturan perundang-undangan; dan
  20. mencantumkan nama perusahaan yang memasarkan dengan sistem penjualan langsung pada setiap label produk


Pasal 3

    Program pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c harus memenuhi ketentuan paling sedikit sebagai berikut :
  1. memiliki alur distribusi barang dan/atau jasa yang jelas dari perusahaan sampai dengan kepada konsumen akhir; dan
  2. jumlah komisi dan bonus atas hasil penjualan yang diberikan kepada seluruh mitra usaha dan jaringan pemasaran di bawahnya paling banyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah nilai penjualan barang dan/atau jasa perusahaan kepada mitra usaha.


Pasal 4
(1) Kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara perusahaan dan mitra usaha, dengan memperhatikan kode etik dan peraturan perusahaan.
(2) Kode Etik dan peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat ketentuan paling sedikit sebagai berikut :
  1. persyaratan menjadi mitra usaha;
  2. hak dan kewajiban para pihak;
  3. program pembinaan, bantuan pelatihan dan fasilitas yang diberikan perusahaan dan/atau jaringan pemasaran kepada mitra usaha;
  4. jangka waktu perjanjian,;
  5. pemutusan dan perpanjangan perjanjian;
  6. jaminan pembelian kembali;
  7. ganti rugi atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan kualitas dan jenis yang diperjanjikan;
  8. ketentuan tentang pemberian komisi, bonus, dan penghargaan lainnya; dan penyelesaian perselisihan.
(3) Perjanjian dan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan berlaku Hukum Indonesia.

Pasal 5
Perusahaan secara langsung atau melalui mitra usaha harus memberikan keterangan secara lisan atau tertulis dengan benar kepada calon mitra usaha dan/atau konsumen paling sedikit mengenai:
a. identitas perusahaan;
b. mutu dan spesifikasi barang dan/atau jasa yang akan dipasarkan;
c. program pemasaran barang dan/atau jasa; dan
d. kode etik dan peraturan perusahaan.


Pasal 6
(1) Perusahaan yang melakukan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung harus berbadan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas.
(2) Perdagangan dengan sistem penjualan langsung dapat dilakukan oleh perusahaan dalam rangka penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.


Pasal 7
(1) Perusahaan penanaman modal dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) harus memiliki modal investasi paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);
(2) Perusahaan penanaman modal asing sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) harus memiliki modal investasi paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan menggunakan paling sedikit 1 (satu) orang Warga Negara Indonesia sebagai Direksi dan 1 (satu) orang Warga Negara Indonesia sebagai Komisaris;

Pasal 8
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus :
a. menjamin ketersediaan barang sesuai dengan kebutuhan pasar; dan
b. memiliki produk yang akan dipasarkan paling sedikit 2 (dua) jenis atau tipe produk.


BAB III
SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG (SIUPL)
Pasal 9
(1) Setiap perusahaan wajib memiliki SIUPL.
(2) SIUPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Perusahaan yang baru melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung diberikan SIUPL Sementara dengan masa berlaku selama 1 (satu) tahun.
(4) SIUPL Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditingkatkan menjadi SIUPL Tetap dengan masa berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usahanya, apabila perusahaan telah melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan program pemasaran, kode etik dan peraturan perusahaan.
(5) Peningkatan SIUPL Sementara menjadi SIUPL Tetap diajukan 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum masa berlakunya berakhir atau paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum SIUPL Sementara habis masa berlakunya.
(6) Perusahaan yang telah mendapatkan SIUPL Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun.


BAB IV
KEWENANGAN DAN PEMBINAAN
Pasal 10
(1) Menteri memiliki kewenangan pengaturan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.
(2) Menteri melimpahkan wewenang penerbitan SIUPL kepada Dirjen PDN.
(3) Dirjen PDN melimpahkan wewenang penerbitan SIUPL kepada Direktur Binus dan PP.


BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 11
(1) Dirjen PDN melakukan pembinaan dan pengawasan serta evaluasi terhadap penyelenggaraan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyuluhan, konsultasi, pendidikan, dan pelatihan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan pengawasan
(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan laporan tahunan kegiatan usaha perusahaan yang disampaikan oleh perusahaan dan hasil peninjauan ke lokasi perusahaan.


BAB VI
TATA CARA DAN PERSYARATAN PENERBITAN SIUPL
Pasal 12
(1) Permohonan untuk memperoleh SIUPL Sementara, SIUPL Tetap dan Pendaftaran ulang SIUPL Tetap diajukan kepada Direktur Binus dan PP dengan mengisi formulir P-SIUPL atau formulir Permohonan Pendaftaran Ulang Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (P-PUSIUPL), sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus ditandatangani oleh Direktur Direktur Utama atau Penanggung Jawab perusahaan di atas materai cukup.
(3) Pengurusan permohonan SIUPL Sementara, SIUPL Tetap, dan pendaftaran ulang SIUPL Tetap, dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan menunjukkan Surat Kuasa bermaterai cukup yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau penanggungjawab perusahaan.
(4) Pengurusan permohonan SIUPL Sementara, SIUPL Tetap, dan pendaftaran ulang SIUPL Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dikenakan biaya administrasi.

Pasal 13
(1) Permohonan untuk memperoleh SIUPL Sementara sebagaiman dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:

  1. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan;
  2. fotokopi akta perubahan perusahaan yang terakhir mengenai permodalan dan susunan Direksi atau Dewan Komisaris;
  3. fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum Perseroan Terbatas;
  4. fotokopi surat izin atau surat pendaftaran lainnya dari instansi teknis untuk jenis barang tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  5. fotokopi kontrak kerjasama atau surat penunjukan, apabila perusahaan mendapatkan barang dan/jasa dari perusahaan lain (produsen atau supplier)
  6. fotokopi identitas Direktur Utama atau penanggungjawab perusahaan;
  7. pas foto berwarna Direktur Utama atau penanggungjawab perusahaan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; dan
  8. rancangan program kompensasi mitra usaha, kode etik, dan peraturan perusahaan.
(2) Dalam hal penyampaian fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus menunjukkan dokumen asli untuk pemeriksaan keabsahan yang akan dikembalikan kepada pemohon, setelah dilakukannya pemeriksaan
(3) Paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak P-SIUPL Sementara dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan telah benar dan lengkap, Direktur Binus dan PP meminta pemohon untuk melakukan presentasi mengenai identitas perusahaan, barang dan/atau jasa yang dijual, program kompensasi mitra usaha, kode etik, dan peraturan perusahaan.
(4) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak P-SIUPL Sementara yang diterima :

  1. dinyatakan telah benar dan lengkap, dengan hasil presentasi sesuai dengan Peraturan Menteri ini, Direktur Binus dan PP menerbitkan SIUPL Sementara dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini; atau
  2. dinyatakan tidak benar dan/atau tidak lengkap, Direktur Binus dan PP SIUPL membuat suratpenolakan sesuai dengan berita acara peninjauan lapangan dan ketidaklengkapan persyaratan.


Pasal 14
(1) Permohonan untuk memperoleh SIUPL Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :

  1. fotokopi akta perubahan yang terakhir, mengenai permodalan dan susunan Direksi atau Dewan Komisaris (apabila ada);
  2. pas foto berwarna Direktur Utama atau penanggungjawab perusahaan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; dan
  3. program kompensasi mitra usaha, kode etik, dan peraturan perusahaan.
(2) Setelah permohonan SIUPL Tetap diterima, Direktur Binus dan PP atau pejabat yang ditunjuk melakukan peninjauan lokasi dan pengecekan kegiatan perusahaan pemohon SIUPL Tetap yang dibuktikan dengan berita acara.
(3) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan SIUPL Tetap dan dokumen dinyatakan telah benar dan lengkap, apabila diperlukan Direktur Binus dan PP dapat meminta pemohon untuk melakukan presentasi mengenai identitas perusahaan, barang dan/jasa yang dijual, program kompensasi mitra usaha, kode etik, dan peraturan perusahaan.
(4) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak P-SIUPL Tetap yang diterima :

  1. dinyatakan telah benar dan lengkap, tanpa hasil presentasi atau dengan hasil presentasi sesuai dengan Peraturan Menteri ini, Direktur Binus dan PP menerbitkan SIUPL Tetap dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini; atau
  2. dinyatakan tidak benar dan/atau tidak lengkap, Direktur Binus dan PP membuat surat penolakan sesuai dengan berita acara peninjauan lapangan dan ketidaklengkapan persyaratan.


Pasal 15
(1) Permohonan pendaftaran ulang SIUPL Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :

  1. asli SIUPL Tetap;
  2. nearaca perusahaan terakhir; dan
  3. program pemasaran, kode etik, dan peraturan perusahaan.

(2) Paling lambat 3(tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Binus dan PP menerbitkan surat keterangan pendaftaran ulang SIUPL.

Pasal 16
(1) Apabila terjadi perubahan data perusahaan yang mengakibatkan perubahan data atau informasi pada SIUPL, perusahaan harus mengajukan permohonan perubahan SIUPL
(2) Direktur Binus dan PP menerbitkan SIUPL Perubahan, bedasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan masa berlaku sesuai dengan SIUPL yang diubah.
(3) Apabila terjadi penambahan dan/atau pengurangan jenis atau tipe barang dan/atau jasa yang dipasarkan, perusahaan harus mengajukan permohonan penyempurnaan daftar lampiran produk pada SIUPL.
(4) Direktur Binus dan PP menerbitkan perubahan daftar lampiran produk pada SIUPL berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


Pasal 17
(1) Dalam hal SIUPL hilang atau rusak, perusahaan harus mengajukan permohonan penggantian SIUPL kepada Direktur Binus dan PP dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

  1. surat permohonan;
  2. surat keterangan kehilangan dari Kepolisian (bagi SIUPL yang hilang);
  3. SIUPL asli (bagi SIUPL yang rusak); dan
  4. pas foto berwarna Direktur Utama atau penanggungjawab perusahaan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

(2) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung secara lengkap dan benar, Direktur Binus dan PP menerbitkan SIUPL Pengganti.

Pasal 18
SIUPL dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. jangka waktu SIUPL berakhir; atau
b. perusahaan menghentikan kegiatan usahanya.


Pasal 19
(1) Kontrak kerjasama atau surat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf e yang diputus secara sepihak oleh produsen atau supplier sebelum masa berlaku kontrak kerjasama atau surat penunjukan berakhir, produsen atau supplier tidak dapat menunjuk perusahaan yang baru sebeleum tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan oleh para pihak (clean break) atau paling lambat 6 (enam) bulan setelah pemutusan kontrak kerjasama atau surat penunjukan.
(2) Perusahaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan SIUPL, apabila sudah terjadi kesepakatan oleh para pihal atau paling lambat 6 (enam) bulan setelah pemutusan kontrak kerjasama atau surat penunjuan dan telah memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri ini.


BAB VII
PEMBUKAAN KANTOR CABANG PERUSAHAAN
Pasal 20
(1) Perusahaan yang akan membuka Kantor Cabang, wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Pejabat Penerbit SIUPL dan Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan di Provinsi di tempat kedudukan Kantor Cabang Perusahaan.
(2) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut :
  1. fotokopi SIUPL Kantor Pusat Perusahaan yang telah dilegalisir oleh pejabat penerbit SIUPL;
  2. fotokopi dokumen pembukaan kantor cabang perusahaan;
  3. fotokopi KTP penanggung jawab kantor cabang perusahaan;
  4. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP) kantor pusat;
  5. Program pemasaran perusahaan; dan
  6. Brosur, leaflet dan daftar harga barang dan/atau jasa yang dijual;

(3) Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima laporan tertulis dan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara lengkap dan benar, Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan di kKabupaten/kota setempat mencatat dalam buku register pembukaan kantor cabang perusahaan dan membubuhkan tanda tangan serta cap/stempel pada halaman depan fotokopi SIUPL perusahaan kantor pusat.
(4) Fotokopi SIUPL kantor pusat yang telah ditandatangani dan dibubuhkan cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sebagai SIUPL kantor cabang perusahaan.

BAB VIII
LARANGAN
Pasal 21
Perusahaan yang telah memiliki SIUPL, dilarang melakukan kegiatan :

  1. menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa secara tidak benar, berbeda, atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
  2. menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen;
  3. menawarkan barang dan/atau jasa dengan membuat atau mencantumkan klausula baku pada dokumen dan/atau perjanjian yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dibidang perlindungan konsumen;
  4. menjual barang dan/atau jasa yang tidak mempunyai tanda daftar dari Instansi teknis yang berwenang, khususnya bagi barang dan/atau jasa yang wajib terdaftar menurut ketentuan perundang-undangan;
  5. menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan atau pendaftaran sebagai mitra usaha secara tidak wajar;
  6. menerima pendaftaran keanggotaan sebagai mitra usaha dengan nama yang sama lebih dari 1 (satu) kali;
  7. mengharuskan atau memaksakan kepada mitra usaha membeli barang dan/atau jasa untuk dijual atau pemakaian sendiri dalam jumlah besar yang melebihi kemampuannya dalam menjual;
  8. menjual atau memasarkan barang dan/atau jasa yang tercantum dalam SIUPL di luar sistem penjualan langsung;
  9. usaha perdagangan yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat;
  10. membentuk jaringan pemasaran terlarang dengan nama atau istilah apapun;
  11. usaha perdagangan di luar SIUPL yang diberikan;
  12. menjual dan/atau memasarkan barang dan/atau jasa yang tidak tercantum dalam SIUPL; dan atau
  13. menjual dan/atau memasarkan barang yang pada label produknya tidak tercantum nama perusahaan yang memasarkan dengan sistem penjualan langsung.


BAB IX
PELAPORAN
Pasal 22
(1) Perusahaan wajib menyampaikan laporan tahunan kegiatan usaha perusahaan kepada Direktur Binus dan PP dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat setiap tanggal 31 Maret tahun berikutnya.


Pasal 23
Apabila diperlukan, perusahaan wajib memberikan laporan, keterangan, data, atau informasi lain berkaitan dengan kegiatan usahanya kepada Direktur Binus dan PP atau pejabat yang ditunjuk.


Pasal 24
(1) Perusahaan yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha dengan sistem penjualan langsung wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Binus dan PP paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pengakhiran kegiatan usahanya dengan melampirkan dokumen pendukung dan SIUPL asli.
(2) Berdasarkan laporan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Binus dan PP mengeluarkan surat keterangan pengakhiran kegiatan usaha dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini.


Pasal 25
Perusahaan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Binus dan PP, apabila perusahaan melakukan perubahan Direksi, Komisaris, identitas perusahaan, program pemasaran, kode etik dan peraturan perusahaan, serta penambahan atau pengurangan jenis barang atau tipe dan/atau merek barang dan/atau jasa yang dipasarkan.


BAB X
SANKSI
Pasal 26
(1) Perusahaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, huruf i, huruf k, huruf l, huruf m. Huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, huruf r, atau huruf t, Pasal 9 ayat (6), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, huruf m, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 ayat (1), atau Pasal 25, dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis oleh pejabat penerbit SIUPL.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.

(2) Pemberhentian sementara SIUPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Penerbit SIUPL dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini.
(3) Terhadap pemberhentian sementara SIUPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diaktifkan kembali, apabila perusahaan yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam surat peringatan ketiga.



Pasal 28
(1) Apabila perusahaan tidak memenuhi ketentuan dalam surat peringatan dan keputusan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27, dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan SIUPL.
(2) Pencabutan SIUPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat penerbit SIUPL dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini.

Pasal 29
Perusahaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, huruf h, huruf j, atau huruf s, Pasal 9 ayat (1), atau Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.


BAB XI
KETENTUAN LAIN
Pasal 30
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) tidak berlaku sebagai izin untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.


Pasal 31
Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini, diatur lebih lanjut oleh Ditjen PDN.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) SIUPL yang diterbitkan sebelum ditetapkan Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya habis.
(2) Penerbitan SIUPL berdasarkan ketentuan ini harus dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini.
(3) Pencantuman nama perusahaan pada setiap label produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkan Peraturan Menteri ini.


BAB XIII
PENUTUP
Pasal 33
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan SIUPL dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Agustus 2008

MENTERI PERDAGANGAN R.I.
Ttd



MARI ELKA PANGESTU

2 comments:

  1. Bagaimana caranya melakukan cross-check SIUPL (BKPM)? Kalau di APLI.co.id dapat dengan mudah mlihat daftar anggotanya.

    ReplyDelete
  2. Ya bnar, bgmn cara cek yg pny SIUPL diBKPKM...?????????????

    ReplyDelete